Aku adalah seorang wanita berusia 28 tahun, dengan 2
orang anak. Keseharianku sekarang hanya berkecimpung di dapur, sumur dan kasur.
Mengucapkan selamat pagi dan selamat malam pada suami serta anak-anak. Membeli
sayuran di depan rumah, memasak, lalu menghidangkanya diatas meja makan. Tidak
ada kegiatan tambahan, dalam keseharian hidupku. Penghasilan sehari-hari hanya
mengandalkan gaji suami, dan setiap harinya harus cukup untuk menghidangkan
karbohidrat, lemak dan protein diatas piring, belum lagi uang saku anak-anak.
Setelah 10 tahun menikah, aku berpikir kenapa dulu tak pernah menuruti nasehat
orang tua.
Saat aku duduk di bangku SMA, tidak ada motivasi sedikit
pun untuk belajar. Lulus SMA tepat waktu pun sungguh sebuah keajaiban. Tujuanku
setiap pagi adalah warung Bi Emah, untuk sekedar bercanda menertawakan orang, hingga
bergosip bersama teman-teman. HIngga 6 bulan berlalu, orang tuaku hanya tahu
setiap pagi aku bangun dan mandi untuk bersekolah, siang hari pulang setelah
mendapat ilmu. Namun, setelah beberapa bulan, guru di sekolah sudah sangat
geram dengan tingkahku yang selalu bolos setiap harinya di salah satu
pelajaran, sehingga mengirimkan surat panggilan pada orang tuaku. Betapa
terkejutnya orang tuaku setelah tahu tindakan memalukan itu hingga orang tua ku
izin bekerja demi memenuhi panggilan dari sekolah. Setelah kejadian itu, ayahku
bertindak lebih tegas bahkan sering memukuliku. Hingga akhirnya orang tua ku
menyerah memotivasiku dengan cara apa lagi, mulai dari cara halus hingga kasar
sudah dilakukan tapi tidak ada gairah sedikitpun untuku bersekolah.
Hingga pada suatu hari ayahku menawariku untuk
menikah, entah apa yang aku pikirkan saat itu aku langsung menerima tawaran
untuk menikah dengan laki-laki yang usianya 23 tahun lebih tua dariku. Aku
berfikir surga sudah di depan mata, menikah muda dengan laki-laki yang cukup
matang dan mapan, kehidupanku akan indah. Mengurus suami dan anak-anak yang
lucu, tanpa memikirkan pelajaran. Aku pikir itulah takdir wanita diciptakan.
Sampai aku merasakanya sendiri, ternyata tidak seindah yang diharapkan.
Kehidupan selalu berputar, kadang diatas dan tiba-tiba bisa berada dibawah.
Bagaimana kita bisa menghadapinya? Tentu dengan niat dan bekal.
Kemampuan dasar
menulis dan membaca saja tidak cukup untuk menjalani kehidupan sekarang. Bukan
hanya karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai, tetapi juga aku
kadang malu saat anak-anaku meminta diajarkan PR nya dan aku tidak bisa
mengerjakanya. Aku memutuskan untuk mendaftarkan mereka ke lembaga bimbingan
belajar. Mungkin untuk sebagian orang bimbel adalah pilihan yang tepat, tapi
bagiku ini adalah pilihan yang sulit karena waktu mereka bersama orang tua
semakin berkurang. Aku hanya bertemu dengan anaku pagi hari saat akan pergi ke sekolah,
karena full day school, sepulang
sekolah mereka kelelahan lantas tidur siang, malam hari mengerjakan tugas
sekolah tapi aku tidak bisa mengajarinya karena pengetahuanku yang minim. Hari sabtu-minggu
mereka dihabiskan di lembaga bimbingan belajar bersama guru mereka, bukan aku
orang tuanya yang seharusnya juga menjadi guru bagi mereka.
Untuk menjadi
madrasah bagi kedua anaku saja aku tidak bisa, bagaimana aku bisa
mempertanggung jawabkan dihadapan sang pencipta?
Jangan khawatir. sang pencipta tetap menghargai usaha dan jerih payah...
ReplyDeletebenar ka :)
Delete